Senin, 31 Desember 2018

Pasar Digital Cikundul

" Pasar digital, jajanan tradisional"



Menurut penuturan penggagas "Pasar Digital" Cikundul, Agus dan Ardian, keberadaan Pasar Digital Cikundul merupakan satu-satunya pasar digital yang masih beroperasi di Jawa Barat. Pasar yang diresmikan pada Bulan September 2018 tetap eksis di kawasan wisata pemandian air panas Cikundul setiap hari Minggu.

Saat Wakil Wali Kota Sukabumi, H. Andri Setiawan Hamami mengunjungi langsung kegiatan pasar tersebut, pada hari Minggu lalu tercatat ratusan pengunjung melakukan transaksi ekonomi di pasar yang menjajakan penganan tradisional seperti seupan cau, bakecrot, katimus, dan aneka makanan tradisional lainnya.

Keberadaan pasar digital yang menjajakan penganan tradisional di era teknologi dan informasi ini sudah tentu merupakan salah satu bentuk kreativitas masyarakat Sukabumi. Bagi Wakil Wali Kota Sukabumi, kondisi seperti ini merupakan hal yang sangat sejalan dengan visi dan misi Kota Sukabumi dalam mengembangkan kualitas UMKM yang mengarah kepada kreativitas dan inovasi.

Dilekatkannya kata digital dengan kata pasar ini lebih menyoal konsep transaksi yang dilakukan oleh pengelola pasar. Pengunjung dapat menukarkan koin semacam voucher dengan makanan tradisional yang senilai harganya. Konsep seperti ini merupakan warisan tradisi masyarakat beberapa tahun lalu saat melakukan upacara tradisional syukuran 7 (tujuh) bulan perempuan di masa kehamilan. Dalam tradisi masyarakat Sunda ini, orang-orang berduyun-duyun mengunjungi dan mendoakan perempuan hamil, mereka dapat menukarkan kepingan genteng dengan rujak kanitren.


Lokasi Obyek Wisata Pemandian Air Panas Cikundul, Lembursitu 

Makanan Tradisional di Era Modern

Lima tahun lalu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait konsumsi yang harus dihidangkan berupa makanan tradisional kepada para peserta rapat dan kegiatan yang bersumber dari keuangan negara. Sejak dikeluarkannya kebijakan tersebut kegiatan di perkantoran selalu menyuguhkan hidangan tradisional. Kebijakan ini sejalan dengan semakin kuatnya desakan dari daerah agar setiap daerah benar-benar memperlihatkan kembali tradisi dan kebudayaan lokal, kabupaten dan kota di Indonesia memperlihatkan kearifan-kearifan lokal yang mulai terkikis oleh narasi globalisasi. Peraturan Daerah seperti Rebo Nyunda untuk Jawa Barat diterbitkan sebagai Juknis gagasan dan ide Pemerintah Pusat seperti tadi.

Transaksi barter antara makanan tradisional dengan koin/kepingan kayu di Pasar Digital Cikundul pada dasarnya merupakan salah satu ikhtiar dan implementasi masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Sukabumi dalam menjaga dan melestarikan warisan para leluhur, salah satunya makanan tradisional yang telah dikaburkan oleh masyarakat sendiri dengan makanan yang berbau globalisasi.

Dalam pandangan penulis, dijajakannya berbagai jenis makanan tradisional ini memiliki sinyal kuat pengembalian kenusantaraan di Sukabumi. Harus diakui, berbagai hal yang telah dikeluarkan dan diproduksi oleh masyarakat Nusantara merupakan hal-hal besar dengan tingkat resiko jelek sangat kecil. Makanan tradisional tentu saja dapat dikatakan lebih sehat dan higienis daripada jenis makanan yang dijual di pasar dengan sebutan makanan modern (karena berasal bukan dari Nusantara, baik bahasa atau tata cara pembuatannya).

Pertumbuhan Sektor Wisata

Pemerintah Kota Sukabumi telah menetapkan wilayah Lembursitu, Baros,dan Cibeureum sebagai kawasan wisata. Kebijakan dan program yang dirancang dan direncanakan untuk kawasan ini sudah tentu harus didominasi oleh penguatan dan pengembangan wilayah ke sektor wisata.

Harus diakui, upaya meningkatkan jumlah atau kuantitas obyek wisata alam dan buatan sangat sulit dilakukan di Kota Sukabumi mengingat bonus SDA tidak lebih banyak dari kepadatan penduduk di Kota Sukabumi. Tetapi, bonus demografi tersebut merupakan modal utama pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas obyek wisata yang telah ada. Wali Kota Sukabumi, H. Achmad Fahmi telah merencanakan optimalisasi sektor pariwisata bidang kuliner dan sejarah sebagai antisipasi lonjakan pengunjung ke Sukabumi pasca selesainya Tol Bocimi.

Peningkatan kualitas dan kuantitas sektor pariwisata akan berbanding lurus dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh Kota Sukabumi saat ini -dan selalu dibahasakan baik oleh pemerintah atau masyarakat- yaitu minimnya PAD. Pendapatan Asli Daerah yang kecil ini sudah pasti berbanding lurus juga dengan kualitas dan kreativitas warga, meskipun faktor terpenting dari peningkatan PAD sudah dapat dipastikan lebih didominasi oleh sektor perdagangan dan perekonomian.

Pasar Digital Cikundul merupakan salah satu upaya peningkatan sektor pariwisata di obyek wisata Pemandian Air Panas, Cikundul, sebuah obyek wisata yang telah beroperasi sejak wilayah ini masih berada di bawah Pemerintahan Kabupaten Sukabumi.

Koneksi Antara Pasar Digital Cikundul 
dengan Pasar Tradisional Cipeueut

Tidak sepenuhnya masyarakat yang berdomisili di kawasan Cikundul dan wilayah periperial Cipeueut hingga Wangunreja mengetahui bahwa sejak tahun 1900, daerah Cipeueut memiliki kawasan perekonomian berupa pasar tradisional. Tempat tersebut memang telah musnah sebagai akibat pembakaran oleh Jepang dan di masa Gerombolan.

Abah Iti (93 tahun), saat diwawancarai oleh penulis memaparkan, memang benar di daerah Cipeueut pernah ada sebuah pasar tradisional, tempat masyarakat peladang dan petani dari daerah Bojongkalong menjual hasil "tatanènnya". Pasar tradisional tersebut merupakan tempat transit para pedagang sebelum mereka membawa hasil bumi ke wilayah "peuntas" yaitu wilayah di sebelah Utara Sungai Cimandiri.

Maka, konsep Pasar Digital yang digagas beberapa bulan lalu sebenarnya memiliki hubungan dengan kegiatan masyarakat di masa lalu. Seperti halnya di beberapa wilayah di Bali, keajegan dan eksistensi sebuah obyek wisata selalu ditunjang oleh unsur alami dan nilai-nilai yang pernah hadir di kawasan tersebut. Sehebat apapun rencana dan program daerah, tanpa memerhatikan nilai dan pancaran tradisi lama (karena ini tetap mengikat kehidupan masyarakat) akan selalu menemui kebuntuan hingga kegagalan. Adakalanya kita sering melupakan tradisi dan nilai azali milik sendiri karena merasa tertarik oleh tradisi orang lain yang tidak memiliki akar dan landasan yang mengikat kehidupan masyarakat.

Kang Warsa
Staf Sekpri Wakil Wali Kota SUkabumi